Letjen Edy Rahmayadi dan Pilgub Sumut 2018

Wajah tegas namun penuh kesahajaan. Itulah yang tergambar dari seorang Letkol Inf. Edy Rahmayadi tahun 2002 silam ketika menjabat sebagai Komandan Kodim 0316 Batam. Di Markas Komando Distrik Militer Batam Ia tidak berhenti mengecek setiap sudut mulai kebersihan WC hingga halaman sekitar agar tetap rapi, bersih dan hijau.

Sekarang, di tahun 2017, telah dua tahun, Pak Edy yang akrab disapa oleh rekan pers. Duduk di salah satu posisi puncak karir militer Angkatan Darat. Dengan Pangkat tinggi Letnan Jenderal (bintang tiga) Jabatan Pangkostrad. Dirinya telah teruji dalam memimpin ratusan ribu Prajurit.

Secara pribadi profilnya kadang tegas namun seringkali membuat rekan-rekan pers dibuat ketawa. Ia hobby dialog dengan para wartawan dan tidak melulu pidato. Orasinya tentang negara dan pertahanan di hadapan awak pers. Hal lain, orangnya sangat terbuka untuk hal-hal yang perlu di-diskusikan dan menerima segala masukan yang sesuai porsinya dan idealisme yang secara umum dapat diterima logika. Tidak kaku dan biasa berbagi dalam pandangan tentang masa depan negara ke depan atau hal-hal menyangkut kemajuan ekonomi daerah, tidak bermasa bodoh dan peduli pada masyarakat terutama kelompok muda. Mungkin hal ini jadi pertimbangan ia lebih mudah akses pada pemilik suara dan menjadi pucuk pimpinan PSSI serta pimpinan TNI menempatkan dirinya pada Direktur Pemantapan Strategis Bela Negara di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) dengan Pangkat Brigadir Jenderal TNI. Posisi ini rasanya tidak bisa diduduki oleh sembarang orang tetapi personal khusus yang memiliki kemampuan berpikir jauh dan mantap.

Sekali waktu bertemu di Markas Kostrad Jalan Medan Merdeka Timur seusai Sholat Dhuhur di Masjid Kostrad. Masih menyapa dengan hangat pada rekan pers dari Ex Reporter Elshinta Batam. Tidak lupa menyapa bagaimana kabar dan lain-lain. Lebih jauh saya menyampaikan keluhan tentang adanya kelompok yang telah terang melakukan kerjasama dengan asing guna mengeruk keuntungan kelompok dan pribadi di Indonesia dengan cara membuat jaringan kelompok di Indonesia.

Harapan saya figur seperti pak Edy layak memimpin TNI dan ke depan dapat menjadi pemimpin Nasional. Agak heran juga mengapa tiba-tiba memilih jalan pensiun dini dan beralih ke Politik Pilkada di Sumatera Utara 2018.

Sebenarnya Jabatan Gubernur adalah sebuah jabatan penting di Republik ini. Secara hierarki pemimpin level 2 setelah Presiden RI. Sistem pembagian kekuasaan memberikan kewenangan cukup pada Gubernur untuk menjadi penggerak pembangunan wilayah Propinsi. Bila mengacu pada tugas dan kerja seorang Gubernur tentu cukup lumayan berat sebab bagaimana memacu dan mengkordinir perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah dan mengkomunikasikan dengan Pemerintah Pusat. Tapi bagi Edy Rahmayadi tentu tidak terlalu sulit sebab sudah terbiasa kerja birokrat dan dirinya memiliki kebiasaan yang baik untuk tidak berhenti belajar. Apalagi wilayah Sumatera adalah bagian yang tidak terpisahkan semenjak karir militernya.

Persoalan-persoalan daerah umumnya hampir sama di Indonesia. Bahwa selain masalah keamanan sebenarnya masalah krusial dan telah menjadi kristal adalah persoalan bagaimana rakyat yang ber pendapatan rendah dapat dinaikkan menjadi masyarakat dengan pendapatan menengah. Bagaimana angka pengangguran dan mengurangi ketimpangan-ketimpangan secara ekonomis. Tetapi khusus Sumatera Utara dari sisi keamanan dan Ekonomi boleh menjadi priority tetapi tidak meninggalkan fokus-fokus lain setelah lama ditinggal oleh Gubernur sebelum yang telah masuk radar KPK. Bahwa niat pemimpin daerahnya lalu peduli dan terbuka maka daerah tersebut akan cepat meraih sukses pembangunan ekonomi. Berbeda di daerah timur Indonesia tingkat pendapatan rendah di bandingkan Sumatera Utara namun Sumber Daya alam sangat luas dan melimpah. Barangkali pemimpin lokal kurang kreatif dalam bidang ekonomi.

Bahwa pembangunan dan Penduduk adalah dua keping mata uang. Bahwa pembangunan hakikinya adalah personal priority. Pembangunan bertujuan membangun tiga hal yaitu mengurangi Ketimpangan, Pengangguran dan Kemiskinan. Ini kerja bukan asal-asalan dibutuhkan konsep yang matang dan mumpuni agar tidak kehilangan asas manfaat kedepan. Sebenarnya tidak sulit sebab Ekonomi sama dengan arus listrik yang memiliki jaringan tersambung atas posisi negatif dan positif. Bila kerja politik dan ekonomi dibuat menjadi fleksibel tetapi fokus sasaran maka bisa kelihatan hasilnya ke depan.

Haruna Rahman, SH, MH penulis dan Advokat di Jakarta dan Makassar. Email ; harunlawyer@gmail.com

Doa galau

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيـرُكَ بِعِلْمَكَ، وَأسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الَأمْرَ (وَيُسَمِّي حَاجَتَه) خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي، فَاقْدُرْهُ لِي وَيَسِّرْهُ لِي ثُمَّ بَارِكْ لِي فِيهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي، فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِي بِهِ

Ya Allah, sesungguhnya aku minta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu pengetahuan-Mu, dan aku mohon kekuasaan-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Maha Kuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu yang Maha Agung, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa, sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahuinya dan Engkau adalah Maha Mengetahui hal yang ghaib. Ya Allah apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (disebutkan masalahnya) lebih baik dalam agamaku, dan akibatnya terhadap diriku –atau Nabi  bersabda “di dunia atau di akhirat“- takdirkanlah untukku, mudahkan-lah jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agama, perekonomian dan akibatnya kepada diriku, maka singkirkanlah persoalan tersebut dan jauhkan aku daripadanya, takdirkan kebaikan untukku dimana saja kebaikan itu berada, kemudian berilah kerelaan-Mu kepadaku.

Politik Sandera

Politik Sandera mungkin ini kata yang tepat bagi perilaku politikus sekarang. Politik Indonesia telah berkembang menjadi buruk layaknya seperti kata poli dan tikus dua kata yang berbeda makna. Poli bermakna jalan/cara/ideologi, sedangkan tikus asal kata jenis binatang.

Bila cara yang digunakan oleh politisi saling sandera, saling hasut, picik, adu domba, rasis, maka dapat dikatakan oknum politikus ini telah melampaui batas norma. Isu agama dijadikan perbedaan lalu dijadikan jembatan untuk menembakkan pada lawan politik jelas telah mengacak-acak perdamaian yang telah terbangun selama ini.

Umpatan picik dari seorang politikus Anggota DPR dari Partai Nasdem Victor telah mencabik dan menabuh genderang perang dan konflik beragama di Indonesia. Ujian masyarakat Islam Indonesia tentu harus di respon dengan tenang dan sabar.

Emosi penting tetapi harus dipelajari dengan baik. Mengapa politikus ini menghina Islam dan Partai lain yang sekarang ini tidak sehaluan dengannya. Tampaknya ideologi yang dipahami oknum ini mesti dipelajari sebelum bagi mereka yang merasakan sakit dengan penyebutan dan penghinaan nama agama islam berindak dengan cara mereka sendiri. Saran penulis penegak hikum harus bertindak tegas dan cepat agar Victor jangan sampai menjadi bola liar dan makan korban massa seperti laiknya Ahok.

Ahok telah jadi korban walau telah meminta maaf. Idealnya dan adilnya vonis hukuman Ahok oleh majelis 1 tahun percobaan. Kurungan 2 tahun rasanya tidak adil dan Majelis Hakim telah mendzalimi Ahok dalam bentuk putusan. Bukankah perbuatan Ahok atas lisannya dan telah memohon maaf kepada umat Islam. Walaupun kadang memang ada beberapa orang Islam yang memanfaatkan situasi untuk konsumsi politik saja.

Soal Victor mohon Polri melakukan tindakan pro justitia agar tidak menjadi politik adu domba sesama anak bangsa. Bukankah mereka bertugas untuk soal-soal keamanan.

Koreksi terhadap BIN bahwa selama kepemimpinan Budi Gunawan bahwa selama ini terjadi gejolak Sosial, Hukum dan Politik memanas. Entah ini pertanda baik atau buruk.

Semoga tidak terjadi sesuatu dengan negeri ini kedepan.

*harunadvokat@gmail.com*

Pesan Buyung Nasution kepada Advokat Indonesia

Prof. Dr. (lur) H. Adnan Buyung Nasution, SH (Bang Buyung) mengembuskan napas terakhirnya di usia 81 tahun setelah dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Pengacara tiga zaman ini sebagai pelopor lahirnya Undang-undang No. 18/2003 tentang Advokat

Kenangan dan pesan dan kesan Abang, di Hotel Bidakara Tahun 2009, dalam acara Penyumpahan dan pelantikan ke-1 Anggota Kongres Advokat Indonesia. Bang Buyung terharu dan menangis karena bahagia saat didaulat memberikan pidato sebagai kedudukannya Honorarium of chairman KAI organisasi pemersatu yang didirikan oleh kelompok organisasi advokat.

Penulis yang hadir dalam acara itu, ikut terharu dan menitikkan airmata membayangkan perjalanan Advokat dan organisasi Advokat kita dan seluruh dinamika organisasi Advokat Indonesia dimana saksi pelaku sejarah Advokat yang berbicara di hadapan kita Advokat.

Bahagianya Karena perjuangan menyatukan puluhan tahun Organisasi Advokat plus perangkat sistem Undang-undang Advokat tahun 2003 telah berhasil. Perjuangan ini memang bukan mudah sebab tabiat Advokat Indonesia dalam ke organisasian sulitnya jadi satu walau dalam lingkup pergaulan sesama advokat sangat baik dan bersahabat yang tidak membedakan suku dan agama. Mungkin sulit satu karena semua ingin jadi Ketua dan tidak ada yang mau jadi anggota. Bila di maknai sebagai kaum intelektual maka ini positif sebab menunjukkan semangat kepemimpinan dan kecerdasan Advokat seperti Advokat Amerika. Sehingga disini organisasi Advokat sulit bersatu.

Memaknai Sejarah organisasi Advokat Indonesia

Dalam konstitusi RI dan Undang-undang Advokat seyogyanya organisasi Advokat wajib menjadi satu. Sejarahnya juga pernah jadi satu. Peradin di era orde lama, Ikadin era orde Baru dan Peradi lalu Kai era reformasi. Dalam era- era itu Advokat terpecah melahirkan beberapa organisasi advokat kelompok lahir AAI, Hapi, Iphi, Apsi, dll. Saking banyaknya organisasi Advokat sulit bagi kita menghapalnya.

Perpecahan ini sebenarnya disebabkan oleh kepentingan pribadi Advokat bukan perbedaan prinsip. Tidak seperti dalam organisasi partai perbedaannya dalam kelas sosial ideologi politik. Organisasi advokat lebih cenderung pertarungan pribadi yang berebut jadi ketua.

Bahwa pesan bang Buyung yang dalam Undang-undang Advokat tentu harus dimaknai sebagai eksistensi Advokat dulu, kini dan ke depan. Harapan bersatu tidak boleh lentur dan luntur sebab menyangkut Organisasi Advokat dan eksistensi Advokat dalam dinamika kehidupan bernegara. Bahwa organisasi advokat adalah lembaga negara sebagai payung penegak hukum advokat yang mewakili kepentingan masyarakat terhadap hak hukum dan status hak hukum politik dan sosial dalam masyarakat.

Bila dimaknai sebagai penegak hukum Advokat yang mewakili kepentingan rakyat dan organisasi advokat mewakili kepentingan negara tentu perpecahan organisasi advokat tidak menguntungkan Advokat, organisasi, masyarakat dan Negara. Sekarang ini Peradi dan KAI serta organ lainnya menunjukkan perilaku organisasi yang telah keluar dari rel Konstitusi dan Undang-undang Advokat sesuai perintahnya bahwa organisasi Advokat dalam keorganisasiaan harus satu. Tujuannya agar Advokat tidak hanya sebagai penegak hukum tetapi lebih jauh menjadi motor penggerak perubahan dalam masyarakat dan demokrasi. Advokat di perintah untuk mandiri, bebas, bersatu dan jujur dalam melaksanakan tugasnya sebagai Advokat.

Advokat pejuang dalam bahasa bang Buyung dapat dimaknai sebagai agen perubahan sosial demokrasi dalam masyarakat. Untuk itu organisasi advokat idealnya satu guna melahirkan advokat-advokat baru yang berkualitas nasional dan internasional. Advokat harus siap dengan perubahan, perbedaan, demokrasi, menjadi panutan dalam berpikir dan bertindak dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Lewat wadah tunggal organisasi advokat dapat membimbing Advokat muda agar kelak menjadi pejuang ikhlas dalam penegakan hukum di negara kita dan mungkin saja melahirkan calon Pemimpin Bangsa seperti negara-negara maju yang Presidennya dari Kelas Advokat.

Harapan ini yang dimaksud dalam tangis seorang advokat senior Indonesia yang telah meninggalkan kita dengan contoh yang baik bagi rekan Advokat Indonesia.

Organisasi Advokat kini dan kedepan

Kini jalan menjadi satu wadah tunggal masih terbuka sangat lebar. Organisasi Advokat yang sekarang lagi dan yang paling berpengaruh dalam organisasi advokat Indonesia adalah Peradi, KAI dan Peradin. Bila ketiga organisasi advokat ini bersatu maka jalan menuju wadah tunggal dapat menjadi satu. Satu wadah, pendidikan profesi Advokat, ujian Advokat, Magang dan pelantikan Advokat jadi satu. Pengaduan masyarakat bagi korban malpraktik Advokat juga satu dalam bentuk dewan kehormatan Advokat.

Dalam rekonsiliasi nanti seharusnya pengikatannya dalam bentuk kesepakatan sertifikasi Advokat dalam bekerja baik skala nasional maupun internasional. Sertifikasi berupa Kartu keanggotaan dan diketahui secara nasional. Sehingga tidak ada lagi kartu Advokat berwarna warna seperti sekarang yang dapat digunakan dalam beracara. Lembaga negara lain harus patuh dengan aturan satu sebagai komitmen rekonsiliasi Advokat dalam wadah tunggal organisasi. Bila sudah sepakat jadi satu tentu tidak ada lagi alasan muncul organisasi advokat tandingan.

Kepemimpinan Organisasi Advokat mesti Kolektif kolegial sebagai pemersatu

Sehingga posisi senior dan ketua masing-masing perwakilan Organisasi Advokat terakomodir, tidak egois dan mau jadi penguasa tunggal sebagaimana kepemimpinan sebelumnya sehingga masa depan Advokat dan organisasi Advokat dapat menjadi cerah.

Perbedaan Agama dan Suku toh telah di akomodir dalam perwakilan komisioner sebagaimana layaknya dalam organisasi yang solid di Indonesia. Mungkin lebih dekatnya bahwa suara keterwakilan kelompok Advokat dapat terakomodir dalam keterwakilan Dewan Pengurus Cabang setingkat Kabupaten/Kota sehingga tidak dapat dimanipulasi sedemikian rupa oleh oknum yang hanya ingin memperkaya diri dan keluarga dari organisasi advokat.

Bila menyatukan suara dalam pemilihan musyawarah Advokat sebanyak 32.000 Advokat Indonesia agak sulit. DPC yng mewakili dalam bentuk mandat Anggota di DPC tersebut. Sehingga terverikasi dalam keterwakilan. Tetapi semua Advokat Bila tidak ada niat baik maka mustahil jadi satu dalam musyawarah keterwakilan.

Membangun organisasi advokat menjadi satu wadah tunggal memang harus dengan semangat, jujur dan pantang menyerah dengan terus melakukan sosialisasi dan rekonsiliasi sesama rekan Advokat Indonesia agar melakukan konsiliasi kembali sebagaimana cita-cita dan pesan para senior advokat yang telah lebih dulu meninggalkan kita untuk untuk bersatu dalam wadah tunggal organisasi advokat terlepas apapun itu nama organisasinya.

Kesimpulan

Mungkin beberapa langkah nyata yang harus dilakukan untuk membangun kembali organisasi advokat yang telah terpecah belah diantaranya :

  1. Membangun kesadaran dan sosialisasi sesama rekan advokat untuk kembali menjadi satu dalam bingkai wadah tunggal organisasi advokat demi menjaga Wibawa dan martabat advokat Indonesia.
  2. Mengadakan lobie-lobie kepada para petinggi dan para senior advokat di Indonesia agar memfasilitasi terbentuknya rekonsiliasi advokat Indonesia yang kemudian membentuk kepanitiaan untuk mengadakan Musyawarah Nasional advokat Indonesia yang waktu dan kegiatannya ditentukan oleh kepanitiaan dari masing-masing perwakilan kelompok organisasi advokat itu sendiri.
  3. Membangun mekanisme dan sistem pemilihan perwakilan setiap daerah DPC dan membangun mekanisme proses pemilihan pimpinan komisioner yang kolektif kolegial organisasi advokat Indonesia.
  4. Bahwa Musyawarah Nasional selain memilih dan membentuk kepemimpinan komisioner organisasi advokat nasional pula membangun sistem organisasi advokat yang solid.

*Penulis Haruna Rahman, SH, MH Advokat di Jakarta Mobile Phone : 08118487399*